Matahari tepat di atas kepala kami saat tiba di Desa Rantau Atas Kecamatan Samu Paser. Tampak Aliansyah dan beberapa anggota telah menanti kami di sekretariat Kelompok Tani Hutan (KTH) Nyungen Jaya. Rupanya sedari pagi mereka telah berkumpul dan berharap tim fact finding proyek FIP 2 tiba. Hanya saja karena kendala salah satu kendaraan tim bermasalah, sehingga mesti mencari dan mengganti salah satu unit kendaraan yang lain. Belum lagi medan yang berat, kami baru bisa mencapai desa ini setelah 3 jam melewati jalan berlumpur dan licin.
Sekretariat Kelompok Tani Hutan (KTH) Nyungen Jaya, bangunan bercat dominan hijau dari papan tersebut tidak begitu luas, hanya sekitar 6 x 7 meter tetapi cukup menampung kami yang datang dengan 3 kendaraan dan para anggota KTH Nyungen Jaya yang berjumlah sekitar 20 orang yang hadir. Hanya saja karena sudah tengah hari, maka tim fact finding dan masyarakat bergegas naik kendaraan kembali dan langsung menuju mesjid terdekat.
Sebagai satu-satunya anggota tim perempuan, saya yang tidak ikut ke mesjid diantar ke rumah Pak Ali, sapaan akrab Aliansyah. Tampak Pak Alia segera masuk ke dalam rumah, mengambil peci dan sejadah dan memanggil istrinya Ibu Tia keluar menemui saya. Beliau pun segera bergegas dengan motor ke mesjid untuk Jumatan bersama masyarakat lainnya.
Saya masih saja duduk di pinggir teras rumah, menikmati sejuknya suasana dan asik mengamati pohon ketapi yang sedang berbuah lebat. Tampak buahnya kuning berserakan di lantai halaman rumah, ada yang baru saja jatuh, bahkan ada yang mulai membusuk dan dikumpulkan di pinggir halaman rumah bersama daun-dauan yang telah berguguran. Rumah Pak Ali tampak sejuk dan asri dengan pohon ketapi, pohon cempedak dan aneka pepohonan lainnya di sekeliling.
Tidak lama berselang, saya dipersilahkan masuk oleh Ibu Tia ke dalam rumah. Beliau sibuk mengeluarkan buah cempedak yang sudah terbelah dua dan wanginya merebak di hidung. Lalu dia pun membawa ketapi di sebuah baki plastik, dan buah asam payang. Buah terakhir tampak baru buat saya, warnanya agak coklat dan sepertinya buah ini dari golongan manggamanggaan. Bu Tia mengambil pisau lagi dari dapur dan mengupas buah asam payang ini buat saya, mengirisnya dan menata di piring. “Buah dari hutan, silahkan dicoba bu”, katanya kepada saya. Saya pun mencobanya dan alangkah dasyatnya asamnya di lidah, saat memakannya saya pun sampai merem-merem dan sampai mengeluarkan air mata karena tidak tahan asamnya.
Sembari mencoba semua buah yang disajikan Bu Tia, hanya buah cempedak yang familiar dan berterima dengan baik di lidah saya. Makan siang hari itu pun dimulai dengan memakan buah hutan. Bu Tia dan Pak Ali rupanya hanya memiliki dua orang anak yang sudah dewasa, bahkan salah satunya sudah menikah. Kagum dengan keluarga ini, keduanya tampak keluarga religi. Bu Tia yang awalnya menyambut saya tanpa menggunakan jilbab, saat saya meminta izin untuk berfoto, dia pun meminta izin sebelumnya masuk ke dalam kamar untuk mengenakan jilbabnya. “Tidak enak bu jika tidak memakai jilbab dilihat orang di foto”, alasannya kepada saya. Baiklah, alasan yang masuk akal dan kami pun berfoto sembari mengobrol ringan.
Tidak lama berselang, Pak Ali dan tim kembali dari mesjid. Saya pun berpindah dari rumah Pak Ali ke sekretariat KTH Nyungen Jaya dan makan siang bersama. Kami membawa nasi kotak berisi lauk ikan dan masyarakat menyajikan buah rambutan yang banyak sebagai menu penutup. Buah rambutan yang baru dipetik dari halaman rumah warga ini tampak manis sedikit asam dan menjadi sajian yang segar di tengah hari yang masih tampak adem di hari itu.
Saat kami selesai makan, maka tim dari PT. Raka (Pak Mamad dan Pak Umar) selaku konsultan fact finding proyek FIP 2 serta Mas Ancu dan tim selaku pembuat video dokumenter bertanya dan mengklarifikasi beberapa informasi terkait efektivitas proyek FIP 2 bagi masyarakat. Dari obrolan ini, saya jadi mengetahui KTH Nyungen Jaya ternyata salah satu KTH yang berhasil mendapatkan scale up usaha dari FIP 2 dan dengan posisi sebagai juara 1 mereka mendapatkan bantuan untuk pembangunan show room yang saat ini masih dalam tahapan proses pembangunan.
Saat kami telah selesai makan siang dan berdiskusi santai, kami diajak Pak Ali dan anggota KTH Nyungen Jaya ke lokasi budidaya madu trigona. Lokasinya hanya beberapa meter di belakang sekretraiat KTH Nyungen Jaya. Budidaya madu trigona ini dibangun 60 stup di bawah pohon kebun karet salah satu warga desa. Kelompok KTH Nyungen Jaya yang terdiri dari 30 orang ini akan bergantian memanen madu setiap bulan, 1 tim pemanen terdiri dari 10 orang dan hasilnya akan dijual melalui KPH Kendilo atau ke pihak lain yang menghubungi mereka. Madu pun sudah dikemas dalam botol dengan beberapa ukuran seperti ukuran sekitar 250 ml, tergantung orderan.
Pak Ali dan anggota KTH Nyungen Jaya kepada tim fact finding proyek FIP 2 menjelaskan bagaimana keinginan awal mereka ingin memiliki usaha budidaya madu sendiri. Karena mereka berpikir jika hanya mengharapkan madu dari alam, maka panennya hanya setahun sekali dan jumlahnya pun terbatas. Dengan bantuan dan dukungan teknis penyuluh KPH Kendilo (Arief Setiawan dan kawan-kawan), KTH Nyungen Jaya mengajukan proposal ke proyek FIP 2 dan disetujui. KTH Nyungen Jaya yang dibentuk 2018 ini sangat senang bisa menikmati panen madu dari budidaya usaha sendiri. Anggota kelompok yang bergabung terus bertambah dan masyarakat luas pun makin mengenal mereka sebagai penghasil madu dengan kualitas prima.
Aliansyah (Ketua KTH Nyungen Jaya) yang dahulu dikejar-kejar petugas karena aksi ilegalnya, kini dikejar-kejar pembeli karena madunya. Dahulu seorang perambah hutan, kini Aliansyah menjadi penjaga hutan. Kesadaran itu muncul rupa-rupanya muncul ketika KPH Kendilo memfasilitasi mereka membentuk kelompok tani hutan tahun 2018 yang diberi nama KTH Nyungen Jaya (Nyungen diambil dari nama sungai di Rantau Atas dan Jaya adalah harapan agar KTH ini tetap berjaya). Aliansyah dipilih menjadi ketua kelompok dan saat ini melalui media massa akun miliknya terus menyuarakan pentingnya menjaga sumberdaya hutan dan isinya.
Bahkan Pak Ali dan kelompoknya juga giat melakukan penanaman lahan-lahan yang kosong di areal kampung Rantau Atas dengan tanaman buah-buahan dan tanaman berguna lainnya. Dengan aksinya itu, maka Aliansyah menarik minat media nasional datang berkunjung dan meliput aksi hebat mereka. “Saya tidak pernah membayangkan bisa masuk di TV nasional dan sekarang diliput lagi oleh Proyek FIP 2”, gumannya bangga saat tim video maker FIP 2 mengambil gambar mereka untuk keperluan dokumentasi video dokumenter proyek FIP 2. (Ebe/Com.Spec.FIP2)
(*) Cerita lapangan Agustina Tandi Bunna, Communication Specialist FIP 2, tim fact finding di KPH Kendilo.
ooo